KOTA-KOTA

KOTA-KOTA

Sebenarnya saya juga suka kota Jakarta, namun tidak terbersit niat dan ruang tertentu yang membuat jasmani rohaniku untuk berlama-lama apalagi hengkang berlumut disana.
Ada banyak teman dari kampung lahirku Mandar serta teman-teman civitas kesenian dari Jogja yang mengurai hidup diJakarta serta menemukan udaranya meski 2 - 3 tahun kedepan kembali kehabitat kampung halamannya.
Beberapa kali saya berkunjung ke ibukota dengan tujuan sekedar main, urusin pensiunan bapak dan cari dana untuk acara Sanggar Siammasei Jogjakarta serta pentas teater musik kelompok Oyot Suket lewat arahan sutradara Sawung Jabo ( pentas musik puisi karyanya Sawung Jabo) di Bengkel Tater Rendra & Gedung Kesenian Jakarta.
Namun benar-benar tak pernah nongkrong atau terlintas dipikiran merasuk ke jiwa untuk coba tinggal di Jakarta. Saya suka kota Jakarta dengan segala kelengkapan fasilitas dan gemerlapnya. Sama seperti kota Makassar, Balikpapan & Surabaya yang hanya sekedar transit bagiku.

Untuk sementara baru ada tiga kota dalam lahirku yang terasa menggembleng hidupku sampai saat ini.

Pertama kota kecil Tinambung bermakro Mandar, ialah kota lahirku..!
Kota pembiasan dari moyang kota kerajaan Balanipa tempo dulu. Di naungan langitnya di dipan tanahnya, di silir anginnya, disegar sungainya memapahku selama 21 tahun sebelum perahu rantau mengantarku kejantung kota Mataram, Jogjakarta kota pendidikan & budaya.

Kota ke dua tentunya Jogja yang kusebut sebagai Ibu Rantauku, kampung halamanku yang ke dua. kurang lebih 13 tahun lamanya menimba ilmu dengan segala pengalaman ( secara akademik hanya sampai semester 7 di perguruan Tamansiswa jurusan Seni Lukis. lebihnya di Sanggar dan jalanan).
meski tak selama dengan pengalaman hidup di kampung lahir, namun kedewasaan, pola pikir, pengembangan kesenian dan tetek bengeknya sangat memberi arti dan kedalaman tertentu dalam proses perjalanan. Sama seperti teman-teman yang lain baik yang lebih senior maupun yunior , pasti istimewa Jogja baginya. Tentu yang betul-betul hidup di jiwa Jogja.
Kota kedua ini terasa tak akan habis-habis di tulis, dikenang dengan berjuta lembar kertas serta bermilyar memori. Maka sudahlah..! Saya cinta Jogja sebagaimana mencintai hidup.

Kota ke tiga adalah kota atau yang lebih populer Pulau Bali. Pulau yang eksotis.
Hanya empat tahun. ya, memang hanya empat tahun tambatkan letih diutas perjalanan.
Bali memang lumbungnya pariwisata di samping Jogja, yang membedakan adalah alam kehinduan Bali masih lekat dan kental serta tradisi ketat terjaga.
Bisa dikatakan Bali membuatku mengenal uang secara mandiri, meskipun saya tak pernah mempunyai dompet khusus untuk menyimpannya. beridiri diatas kaki sendiri meski pas-pasan.
Harus ku akui bahwa tempaan proses berkeseniannya tidak sebobot Jogja menempaku. Jelang tiga tahun Bali belum bisa begitu banyak di harap dalam hal perasukan memori untuk jiwaiku, selain dari sekedar kerja melukis pesanan orang untuk terus bertahan hidup.
Meski demikian, saya sangat bisa bangga oleh hasil yang dapat tergapai, dalam jangka dua tahun bisa membuat karya lukis secara bebas dan merdeka.
Saya merasa sangat bersyukur dalam suasana alam Bali yang mampu memompa melahirkan karya-karya sebanyak 30an dan terwujud pameran tunggal yang pertama, dimana hal ini selalu gagal kulakukan di Mandar & Jogja.
Trims buat Bali, Tanah Dewata nan Indah, surga yang bocor. Kata seorang penyair..!

Ada lagi beberapa kota yang selalu terngiang membuatku penasaran untuk bertemu & bertapa di rahimnya. Yakni kota Bandung yang populer Paris Van Java ( sempat mencium aroma kembangnya selama dua hari dalam rangka tour pentas Teater Oyot Suket bersama Jabo dkk di Rumah Nusantara Bandung) serta berderet kota-kota/pulau yang ada di Nusa Tenggara Barat & Timur, juga kota Kaimana di Irian Jaya yang dikenal dengan julukan " Kota Senja ".
Ah, Dahsyat Indonesia atau Nusantara pikirku..!
Tapi bagaimana dengan kota-kota yang ada di wilayah barat? Palembang, Riau, Babel, Padang, Medan, Lampung dan Aceh..? Terlalu manis untuk tidak di agendakan, walau hanya sekedar khayal yang semoga waktu tertentu kita bersua. Setiap kota pasti ada daya tarik tersendiri, tinggal tergantung posisi pijak pribadi-pribadi menyemai proses dan sejarah hidup dalam menikmati nafas hari-hari.
Salam sejahtera seluruh kota-kota.
Bila ada umur panjang
yakinkan kita bertemu
meski semalam dua malam
ku hela nafas di jantungmu.

M. Rahmat Muchtar.
Bali, 20 Juni 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PILIH-PILIH MEMILIH PEMILIHAN

BUKU

B E N T E N G